cerpen

kisah berhikmah

20.25 Anonim 0 Comments

Masa lalu

Aku lahir di keluarga yang bahagia, di besarkan dalam dekapan kasih sayang. Ibuku adalah seorang yang super protektif , ia selalu memperhatikan segala sesuatu yang aku lakukan, selalu ingin tahu apa saja kegiatan ku. Ayahku, ia sangat cuek, jarang sekali ia mengajakku bercanda ria, namun tak kusangka ia sangat menyayangi ku, ia selalu berusaha melindungiku dari segala mara bahaya. Tapi kurasa itu terlalu berlebihan, itu semua membuat ku merasa terkekang, lama-lama aku merasa risih dengan perhatian dan nasihat yang mereka berikan.

Sejak kecil aku sering bermain dengan teman- teman, sekedar bermain boneka, masak-masakan, atau bermain sepeda. Saat aku mulai bersekolah, waktu bermain ku bersama teman-teman mulai berkurang, ibu menyekolahkan ku di sekolah yang jauh dari rumah. Hal itu membuat ku harus berangkat pagi dan pulang pada sore hari. Sedikit demi sedikit aku lupa akan teman-teman ku, keseharian ku hanyalah belajar dan berdiam di rumah. Kini usiaku telah menginjak remaja, seperti remaja pada umum nya Aku ingin memiliki banyak teman, dan ingin menjelajah dunia luar. Namun pada saat itu belum terbesit dalam pikiran ku tentang seorang lelaki hingga pada akhir nya aku mengenalnya.

Masih ku ingat kejadian itu, sekitar bulan mei pada tahun 2014. Aku sedang melaksanakan uas, pada saat itu aku masih kelas 6 sd. Namun aku sudah merasa cukup dewasa. Aku mengenalnya dari tetangga ku. Ia adalah sepupu tetangga ku yang datang dari luar kota. Karena aku tinggal di daerah perkampungan maka rumah satu dengan yang lain nya berdekatan, begitu juga dengan rumah ku dan rumah nya, hal itu membuat kami sering bertemu. Jadwal ujian ku sangat sedikit, aku sering pulang cepat dan menghabiskan waktu untuk kembali berkumpul bersama teman teman.

Siang hari itu, aku berjalan menuju rumah rina untuk mengambil buku yang ketinggalan di ruang tamu nya,  namun saat itu rina sedang tidak ada di rumah. Aku memutuskan untuk kembali ke rumah. Di perjalanan, aku melewati rumah doni yang letak nya di depan rumah ku, doni adalah sahabat ku. Rumah nya di jadikan tempat berkumpul teman-teman nya selepas pulang sekolah, ia adalah salah satu teman doni, saat itu juga ia ada disana, ia yang ku maksud bernama firman, dan kini sedang berjalan mendekati ku

“kamu zahra ya ? tetangga nya doni ?” tanya nya padaku, ia berdiri di samping ku. Aku pun menanggapi nya dengan senang hati

“iya” jawabku malu, sambil sesekali melirik ke arah nya

“aku sepupu nya robi, teman nya doni juga” tiba tiba ia menjulurkan tangan nya ke arah ku, aku pun jadi salah tingkah. ku balas juluran tangan nya

“iya aku udah tau, dari bandung kan ? aku tau dari sepupu ku rangga”

“oh rangga, iya aku juga teman nya rangga. Kamu dari mana ?” tanya nya kembali

aku dari rumah rina mau mengambil buku yang ketinggalan, sudah dulu ya aku pamit pulang, takut ibuku mencari ku” aku berjalan meninggalkan nya yang masih berdiri disana, aku tau dia memandangiku yang bergerak menjauh

dari percakapan kecil akhir nya kami mulai banyak mengobrol, hingga tak kusadari aku menaruh hati padanya. Aku percaya bahwa ia juga menaruh hati padaku, itu semua terlihat dari tatapan nya bila memandangku, tak jarang juga ia memberikan perhatian yang membuatku merasa sangat bahagia. Hingga pada puncak nya tanggal 6 mei 2014, ia menyatakan cinta nya padaku. Saat itu aku bersama temanku mengikuti acara jalan sehat yang diadakan di lapangan kelurahan, aku sedang sibuk membetulkan tali sepatu, tiba tiba ia datang menarik tangan ku. Aku yang tak tahu apa-apa mengikuti nya menuju ke pinggir lapangan. Tak kusangka pada saat itu juga ia mengungkap kan nya. Aku malu setengah mati, langsung ku tolak cinta nya walau jujur aku juga menyukai nya.

 Sejak kejadian itu ku pikir ia akan menjauh dariku, tapi ternyata tidak. Malam hari sekitar pukul 11 malam aku sedang bersiap untuk tidur, ku rebahkan tubuh ku diatas kasur, ku pejamkan mataku, belum sepenuh nya larut dalam tidur sehingga masih bisa ku dengar jendela kamar ku di ketuk. Aku penasaran, untuk memastikan ku buka jendela kamar, aku kaget bukan kepalang, ku lihat ia sedang berdiri di depan sana. Firman!.

Aku merasa risih dengan kelakuan nya yang nekat, sudah berkali-kali aku menyuruh nya untuk pergi dari jendela kamarku, namun berkali-kali juga ia menolak. Hingga terdengar suara pintu kamar ayah dan ibuku terbuka, aku semakin takut, aku takut ibu dan ayaku mengetahui kalau aku sedang mengobrol dengan seorang lelaki. Dan ketakutan ku terjadi juga...orang tuaku mengetahui kedekatan ku dengan nya, semenjak itu terjadi aku semakin merasa terkekang. Aku tidak diizinkan untuk keluar rumah dan bermain bersama teman-teman ku. Dan rasa bersalah pun memenuhi ruang hati. aku tahu orang tuaku melakukan ini semua demi kebaikan ku, mereka ingin melindungiku. Ku putuskan untuk tidak mengenal lelaki lain setelahnya.

Hari demi hari ku lalui, tak terasa saat ini adalah detik detik kenaikan kelas. Aku percaya akan lulus dengan nilai baik. Dan memang benar, semua nilai ku diatas rata-rata. Ibu dan ayah sangat bangga denganku. Libur semester ini ku jalani dengan hati gembira, ayah dan ibu mengizinkan ku untuk bermain bersama teman-temanku lagi. Yang membuat ku sedih adalah teman-temanku, sangat banyak perubahan yang terjadi pada mereka. Dulu semua begitu indah, saat mereka mengajakku mengaji bersama, mengajakku mengikuti kegiatan di masjid, mengajakku melihat pengajian di kampung sebelah.

 Namun kini, merekan bukanlah teman- teman ku yang dulu, mereka telah banyak berubah. Sepeda motor dan ponsel adalah kesehariannya, tak sedikit pula dari mereka yang sudah berani berpacaran. Walau begitu, itu semua tak membuat ku menjauhi mereka. Mereka begitu baik dan asyik, aku merasa duniaku tak sepi lagi. Bahkan kini, apa yang dilakukan teman-temanku telah menjadi hobi ku. Ku tinggalkan rok yang dulu ku kenakan, baju panjang sudah bukan favorite, gamis yang indah menjadi pajangan di kamar ku. Saat ini celana jeans dan baju pendek adalah keseharian.

Sungguh, aku sadar akan perubahanku yang semakin hari semakin terlihat. Dan ternyata orang tuaku pun menyadari nya, mereka khawatir akan masa depan ku, mereka sepakat untuk memasukkan ku ke pondok pesantren, mungkin bagi ayah dan ibu dengan cara memasukkan ku ke pondok pesantren aku bisa merubah diri menjadi lebih baik. Tapi tidak bagi ku, aku merasa terpaksa dengan keputusan mereka, tapi apa daya. ayah tidak akan meyekolahkan ku jika aku tidak mau masuk ke pondok. Akhir nya dengan berat hati ku turuti kemauan ayah dan ibu.

Pada bulan juli tahun 2015 aku resmi menjadi santriwati di salah satu pondok pesantren, satu hari bagaikan seribu tahun. Menjalani aktivitas pondok yang terdengar asing di telingaku, mulai dari sholat tahajud, sholat dhuha, puasa senin kamis, puasa daud. Tak sanggup ku jelaskan betapa sulit nya menjalani itu semua. Namun, seiring berjalan nya waktu aku dapat menyesuaikan diri. timbul perasaan nyaman tinggal di penjara suci ini. Ku buka lembaran baru, untuk memulai kehidupan yang lebih baik lagi. Kini sudah ku kenakan pakaian yang dulu pernah ku tinggalkan. Semoga allah meneguhkan hatiku agar tetap istiqomah di jalan nya..amin ya robbal alaminn..

You Might Also Like

0 komentar: